Jumat, 19 Oktober 2012

kuersitin pada benalu



Benalu yang merupakan tanaman parasit,  ternyata berpotensi sebagai antikanker. Senyawa yang terkandung dalam benalu dan kemungkinan beraktivitas antikanker adalah flavonoid, tanin dan asam amino. Kuersetin merupakan senyawa flavonoid  utama yang terkandung dalam benalu tersebut. Flavanoid adalah senyawa polifenol yang banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Flavonoid telah menunjukan perannya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik dan aktifitas vasodilatator (Miller, 1996). Menurut Lamson,  et al. (2000) kuersetin (3,3’,4’,5,7-pentahydroxyflavone) termasuk molekul yang banyak ditemukan di alam. Kuersetin merupakan suatu aglikon yang apabila berikatan dengan glikonnya akan menjadi suatu glikosida. Senyawa ini dapat beraksi sebagai antikanker  pada regulasi siklus sel, berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase. Kuersetin juga memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh komponen fenoliknya  yang sangat reaktif.

Kuersetin akan mengikat spesies radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktivitas radikal bebas tersebut.  Kuersetin merupakan kandungan utama dari  flavonoid benalu. Kadar kuersetin yang teridentifikasi dalam benalu yang didapat dari inang teh masing-masing sebesar 2,7 mg/g dan 9,6 mg/g untuk Macroselon avenis dan Scurrula oortiana. Sedangkan kadar kuersetin untuk Scurrula oortiana dari beunying sebesar 6,1 mg/g;  Scurrula parasitica dari jure 5,1 mg/g; 3 Scurrula Montana dari cantigi wungu 8,4 mg/g;  Scurrula ferruginea dari kopi sebesar 9,1 mg/g; Dendrophthoe pentandra dari puring sebesar 35,1 mg/g; dan Dendrophthoe pentandradari randu sebesar 39,8 mg/g (Rosidah, et al., 1999).  Kuersetin merupakan molekul flavanol yang terdapat pada benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) (Han, et al., 2007). Molekul flavanol merupakan salah satu jenis flavonoid yang aktif sebagai antioksidan (Partt, 1992). Sifat antioksidan dari senyawa kuersetin mampu menginhibisi proses karsinogegesis. Senyawa karsinogen merupakan senyawa yang mampu mengoksidasi DNA sehingga terjadi mutasi (Kakizoe, 2003). Kuersetin sebagai antioksidan dapat mencegah terjadinya oksidasi pada fase inisiasi maupun propagasi. Pada tahap inisiasi kuersetin mampu menstabilkan radikal bebas  yang dibentuk oleh senyawa karsinogen seperti radikal  oksigen, peroksida dan superoksida (Gordon, 1990). Kuersetin menstabilkan senyawa-senyawa tersebut melalui reaksi hidrogenasi maupun pembentukan kompleks (Ren,  et al., 2003). Melalui reaksi tersebut radikal bebas diubah menjadi bentuk yang lebih stabil sehingga tidak mampu mengoksidasi DNA. Selain itu, didapatkan turunan radikal antioksidan yang relatif memiliki keadaan yang lebih stabil dibandingkan radikal bebas yang dibentuk senyawa karsinogen tadi (Gordon, 1990). Meskipun demikian radikal kuersetin memiliki energi untuk bereaksi dengan radikal antioksidan lain.

Radikal-radikal antioksidan dari kuersetin dapat saling bereaksi membentuk produk nonradikal (Hamilton, 1983). Pada tahap propagasi kuersetin mencegah autooksidasi, yaitu mencegah pembentukan radikal peroksida melalui pengikatan senyawa radikal secara cepat agar tidak berikatan dengan oksigen. Dengan adanya kuersetin maka reaksi oksigenasi yang berjalan secara cepat dapat di cegah sehingga pembentukan radikal peroksida pun dapat dicegah. Kuersetin juga berikatan dengan radikal peroksida yang telah terbentuk dan menstabilkannya sehingga reaksi autooksidasi yang secara cepat dan berantai dapat dihambat.  

Jumat, 12 Oktober 2012

alkoloid pada daun papaya


          Daun pepaya sendiri banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan berbagai macam lainnya seperti enzim papain (digunakan untuk melunakkan daging). Senyawa alkaloid atau saponin ini yang dominan menyumbang rasa pahit pada daun pepaya. 

Senyawa-senyawa tersebut berperan sebagai antioksidan, antibakteri, antikanker, dan antiperadangan. Fungsi senyawa-senyawa ini yang kemungkinan besar berperan membantu daya tahan terhadap kondisi lingkungannya. 
Manfaat daun pepaya selama ini diteliti dan dimanfaatkan untuk kesehatan manusia belum untuk hewan. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman papaya banyak yang digunakan. Pada masa pendudukan Jepang dulu, ketika obat sukar diperoleh, penderita penyakit malaria selalu diobati dengan minuman perasan daun papaya. Rasanya memang pahit, tetapi demamnya jadi sembuh. Rasa pahit ini disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba.
Pada 2005, jumlah pasien malaria di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, mencapai 7.760 orang. Dari jumlah itu sebanyak 1.296 pasien berasal dari Kecamatan Kairatu. Itulah sebabnya kecamatan itu menjadi salah satu kawasan endemik malaria dengan prevalensi 2,42%. Untuk mengatasi penyakit akibat infeksi Plasmodium sp itu warga Kairatu mengonsumsi air rebusan daun pepaya Carica papaya. Resep turun-temurun itu terbukti secara empiris ampuh mengatasi malaria.

Fenomena itulah yang mendorong Johanis Fritzgal Rehena, periset dari Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura melakukan penelitian untuk membuktikan keampuhan daun tanaman anggota famili Caricaceae itu sebagai antimalaria. Ia menguji khasiat daun pepaya secara in vitro dan in vivo.

Sistematika Tanaman Pepaya
Kedudukan tanaman pepaya dalam taksonomi :
Devisio       : Spermatophyta
Sub devisio : Angiospermae
Klassis        : Dicotyledonae
Ordo           : Cistales
Familia       : Caricacecae
Genus                   : Carica
Species       Carica papaya L. (Van Steenis, 2002)

Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid, dan saponin. Buah mengandung beta karoten, pektin, 5 d-galaktosa, I-arabinosa, papain, kemopapain, lisosim, lipase, glutamine, siklotransferase. Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid, disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol dan bijinya mengandung saponin.

          Polifenol dan flavonoid merupakan golongan fenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antiseptik. Senyawa flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa flavon golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan C6 – C3 – C6 (cincin benzen tersubstitusi) disambung oleh rantai alifatik 3 karbon, senyawa ini merupakan senyawa flavonoid larut dalam air serta dapat diekskresikan menggunakan etanol 70 %.

Daun pepaya berguna untuk obat panas yang memiliki khasiat menurunkan panas, obat malaria, menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan menghilangkan sakit. Juga berguna untuk penyembuhan luka bakar. Selain itu dapat juga sebagai obat cacing kremi, desentri amoba, kaki gajah (elephantois), kejengkolan, perut mulas, kanker dan masuk angin.

Rabu, 10 Oktober 2012

flavonoid pada buah mahkota dewa


Buah maupun daun mahkota dewa oleh masyarakat Indonesia telah digunakan untuk mengatasi berbagai macam penyakit dari yang ringan seperti eksim, luka gigitan serangga, sampai kategori penyakit berat seperti lever, sakit jantung, kencing manis dan sebagainya. Efek suatu bahan sangat erat kaitannya dengan senyawa kimia yang terkandung dalam bahan tersebut. Dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, danflavonoid, sedangkan dalam daunnya terkandung alkaloid saponin serta polifenol(Gaotama dkk., 1999).
Di antara senyawa senyawa tersebut flavonoid mempunyai bermacam-macam efek, yaitu efek anti tumor, immunostimulan, antioksidan, analgesik, anti radang (antiinflamasi), antivirus, antibakteri,
antifungi, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai.

Dari penelitian Sumastuti dan Sonlimar (2002) ekstrak buah maupun ekstrak daun mahkota dewa mempunyai efek sitotoksik terhadap sel-sel Hela, dan efek ekstrak buah lebih besar 4 kali daripada efek ekstrak daunnya. Bahan yang mempunyai efek sitotoksik, berpotensi untuk mematikan sel, bahan-bahan yang mempunyai aktivitas antikanker berpotensi sebagai teratogen yang dapat menyebabkan kelainan atau cacat pada embrio yang dikandung. Buah dan daun mahkota dewa telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi berbagai keluhan dan penyakit seperti darah tinggi, liver, kanker, sakit jantung, kencing manis, asam urat, rematik, sakit ginjal. Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah daun, daging dan kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan daging buah digunakan setelah
dikeringkan.

Dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid. Sedang dalam
daunnya terkandung alkaloid, saponin dan polyfenol. Flavonoid memiliki bermacam-macam efek, antara lain sebagai imunostimulan. Sebuah penelitian mengenai fungsi imunitas seluler yang dilakukan secara invivo pada tikus membuktikan bahwa senyawa flavonoid dapat memacu proliferasi limfosit, meningkatkan jumlah sel T dan meningkatkan aktivitas IL-2. Melalui penelitian yang lain, beberapa jenis flavonoid telah terbukti mampu mengautooksidasi serta mengaktifkan Reactive Oxygen Intermediate (ROI) seperti H2O2 . Flavonoid juga berperan dalam mereduksi Fe 3+ menjadi Fe2+. Fe2+ kemudian bereaksi dengan H2O2 yang menghasilkan pembentukan radikal hidroksil. 5 Dengan efek imunostimulan yang terdapat dalam Phaleria macrocarpa maka tanaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri patogen fakultatif intraseluler. Salah satunya yaitu Salmonella typhimurium, bakteri yang bersifat patogen terhadap mencit dan memberikan gejala serupa demam tifoid pada manusia. Respon imun yang terbentuk akibat infeksi Salmonella typhimurium adalah tipe cell-mediated dan
tergantung pada limfosit T dan makrofag yang diaktifkan.